7-Eleven dalam situsnya mengumumkan akan memasuki pasar Indonesia. Jaringan peritel terbesar di dunia tersebut masuk dengan perjanjian master franchise dengan PT Modern Putra Indonesia. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara Asia ke-12 yang menjadi tempat 7-Eleven beroperasi.
Siapa sebenarnya 7-Eleven? Bagaimana cara mereka tumbuh dan sukses menjadi peritel convenience store yang sangat sukses? Pelajaran apa sajakah yang dapat dipetik dari mereka?
Cikal bakal perusahaan ini adalah Southland Ice Company yang didirikan tahun 1927 di Dallas, Texas, Amerika Serikat. Salah seorang pekerjanya, Joe C. Thomson, mencoba menjual telur, susu dan roti di depan pabrik pembuat es yang dimiliki John Jefferson tersebut. Bisnisnya ternyata laku keras sekalipun ada banyak toko grosir di sekitarnya. Masyarakat lebih suka toko tersebut karena kesegaran roti dan susunya – maklum, dekat pabrik es. Saking suksesnya, Thomson kemudian membeli Southland Ice Company dan mengubahnya menjadi Southland Corporation yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Awalnya, nama toko penjual barang-barang kebutuhan sehari-hari itu adalah Tote’m, karena konsumen harus men-tote (membungkus) bawaan mereka. Pada 1946, mereka membuka tokonya dari pukul 7 pagi sampai pukul 11 malam. Itulah asal-usul nama 7-Eleven. Jam buka ini juga merupakan jam buka yang sangat panjang dibandingkan dengan toko-toko yang buka di saat itu. Walaupun saat ini mereka membuka tokonya selama 24 jam, nama 7-Eleven tidak pernah diubah lagi.
Seusai pergantian nama itu, mereka pun berekspansi dengan cepat. Tahun 1952, mereka telah mencapai sekitar 100 toko dan terus bertambah setiap tahun. Sayang, di tengah akselerasi bisnis, malang tidak dapat ditolak. Pada 1980-an, 7-Eleven kesulitan keuangan. Puncaknya, tahun 1987, John Philip Thompson menjual perusahaan yang didirikan bapaknya itu kepada Ito-Yokado dengan menandatangani management buy-out senilai US$ 5,2 miliar. Akan tetapi, pembelinya juga sempat kesulitan keuangan karena hancurnya bursa saham pada 1987. Saat itu, Ito tidak berhasil mendapatkan utang obligasi yang memadai, sehingga terpaksa menawarkan sahamnya.
Ito-Yokado kemudian membentuk 7&i Holdings Co. yang menaungi jaringan 7-Eleven. Pada 2007, mereka mengumumkan bahwa mereka akan secara agresif memasuki pasar AS dengan menambah 1.000 toko baru di sana. Secara keseluruhan, 7-Eleven memiliki sekitar 36.000 toko di 14 negara, diantaranya 12.300 toko di Jepang, 6.100 toko di AS dan mewaralabakan 17.000 toko di Negeri Abang Sam tersebut. Walaupun memiliki lebih banyak toko di AS, dua pertiga dari pendapatannya berasal dari Jepang. Jangan mengira kalau persaingan di industri tersebut rendah. Jepang memiliki sekitar 43.000 konbini, sebutan untuk convenience store dalam bahasa Jepang. Selain 7-Eleven, beberapa nama besar di industri ini adalah Lawson dan FamilyMart.
Jadi, apa yang menjadi basis kesuksesan jaringan peritel ini?
Inovasi dan Selalu Menjadi yang Pertama. Keberhasilan mereka adalah pada inovasinya. 7-Eleven berhasil memengaruhi orang Jepang untuk membeli onigiri, nasi bola dengan rumput laut di toko mereka. Rahasianya? Untuk menjaga agar tetap garing, mereka memakai kemasan khusus yang memisahkan nasi dari rumput lautnya. Metode ini sekarang menjadi standar untuk onigiri yang dijual di convenience store di Negeri Matahari Terbit. Mereka juga menjual kopi dingin yang dituangkan dari kulkas dan dijual dalam kemasan kertas.
7-Eleven juga memiliki sejumlah “bisnis sampingan†di samping ritel. Mereka menjual tiket dan menerima pembayaran uang air, listrik, gas dan pajak. Inovasi yang lebih lanjut adalah meminta para kasirnya untuk mengisikan uang tunai yang diterima ke dalam ATM yang ada dalam toko. Inovasi ini memberikan efisiensi yang luar biasa: uang tunai tersebut tidak usah diantar ke kantor pusat lagi, uang kas yang diterima menjadi lebih aman berada dalam mesin ATM, serta bank tidak perlu datang mengisi mesin ATM tersebut lagi.
Yang menarik, mereka menjalankan strategi yang berbeda untuk setiap negara. Bila di Jepang rasanya sulit menjual minuman soda dalam kemasan 2 liter karena bukan merupakan budaya masyarakatnya, 7-Eleven tidak segan-segan meluncurkan kemasan raksasa tersebut dengan nama Big Gulp. Kemasan yang ditawarkan mulai dari 0,7 liter (Gulp), 1,2 liter (Super Big Gulp) sampai 2 liter (Double Gulp).
Dengan demikian, 7-Eleven merupakan peritel yang pertama beroperasi dari pukul 7 pagi sampai pukul 11 malam, yang pertama beroperasi 24 jam sehari, dan yang pertama menjual minuman soda dalam ukuran raksasa. Selain itu, mereka juga merupakan toko yang pertama menjual kopi yang baru diseduh (freshly brewed) dalam kemasan siap pakai. Saat ini, mereka juga menjadi toko yang pertama menawarkan ramuan herbal ke dalam kopinya.
Kopi merupakan produk buatan sendiri yang paling laku di jaringan toko ini. Setiap hari mereka menjual sekitar 1 juta gelas, setara dengan 10.000 pot setiap jamnya sepanjang tahun. Bukan hanya itu, mereka juga berhasil menjual 60 juta donat setiap tahun. Hebatnya lagi, sekitar 70% pembeli donat juga membeli kopi buatan 7-Eleven bersamaan dengan donatnya. Sebuah kombinasi cross-selling yang sangat berhasil.
Selain itu, pada 1967, mereka mulai menawarkan Slurpee, minuman bersoda setengah beku yang dijual pada suhu 28 derajat Celcius. Rasa yang favorit adalah kola ataupun ceri. Rasa-rasa baru juga diperkenalkan secara berkala. Saat ini, jaringan toko ini berhasil menjual rata-rata 13 juta minuman Slurpee setiap bulan. Sejak diluncurkan, mereka telah menjual sekitar 6 miliar gelas minuman ini. Pada 1998, mereka pun meluncurkan lip balm dengan rasa Slurpee yang disebut sebagai Slurpee Lip Balm. Pada 2004, mereka meluncurkan sedotan Slurpee yang dapat dimakan.
Jaringan toko ini merayakan 11 Juli (di AS ditulis 7/11) sebagai hari 7-Eleven di AS. Di Australia, hari itu dirayakan pada tanggal 7 November. Di hari itu, toko-toko 7-Eleven tertentu akan menawari 1.000 pelanggannya 7.11 oz Slurpee dengan rasa sesuka konsumen secara gratis. Dengan demikian, 11 Juli juga disebut sebagai â€ÂSlurpee Dayâ€Â.
Sistem Informasi untuk Keunggulan Bersaing. Sepertinya 7-Eleven tidak henti-hentinya berinovasi. Pada 23 April 2007, mereka meluncurkan kartu Nanaco (dalam bahasa Jepang, nana artinya tujuh). Kartu ini adalah kartu uang elektronik tanpa sentuhan yang bersifat prabayar dan dapat di-charge ulang (contactless electronic money, prepaid, rechargeable). Mungkin di Indonesia, persamaannya adalah kartu Flazz dari BCA.
Mulanya, kartu ini hanya diluncurkan di sekitar 1.500 toko 7-Eleven di Tokyo. Hanya dalam waktu satu bulan, seluruh jaringannya telah memiliki fasilitas kartu ini. Pada Mei 2008, Nanaco telah diterima di semua jaringan Ito-Yokado. Pada Juni 2007, tiga bulan sejak diluncurkan, telah ada 3,8 juta pemegang kartu. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 7,5 juta pemegang kartu dan kartu tersebut telah dapat dipakai di sekitar 7.000 toko di luar jaringan Ito-Yokado. Nanaco juga telah menjadi kartu e-wallet yang paling sering dipakai di Jepang sekaligus kartu loyalti peritel yang paling kaya akan informasi pribadi konsumen.
Pembuat kartu ini adalah IY Card Services Co., yang juga merupakan anak perusahaan 7&i Holdings Co. Nanaco tersedia dalam dua format: kartu dan telepon seluler. Untuk ponsel, konsepnya adalah dengan contactless chip yang ditambahkan dengan aplikasi osaifu-keitai (o-saifu artinya dompet dan keitai adalah telepon genggam). Bila konsumen memiliki kartu kredit IY, mereka dapat memilih opsi postpay untuk kartu Nanaco. Dengan adanya kartu contactless ini, jelas konsumen akan mendapatkan kemudahan. Mereka hanya perlu melambaikan kartu Nanaco ataupun ponselnya pada saat ingin membayar. Sebagai insentif untuk konsumen, pembelian dengan Nanaco akan mendapatkan poin yang dapat ditukar dengan hadiah.
Hebatnya, kartu Nanaco adalah satu-satunya contactless smart card yang diterima oleh 7-Eleven. Toko 7-Eleven ini mendapatkan informasi yang sangat berharga dari kartu ini. Mereka dapat dengan persis mengetahui apa dan kapan konsumen membeli sesuatu sehingga mereka dapat mengatur logistiknya dengan tepat. Dengan menuai informasi ini, jaringan toko ini akan mendapat suplai sebanyak 9 kali dari pusat distribusi. Semua makanan yang dikirimkan diatur sesuai dengan suhu dan perkiraan waktu pembelian konsumen sehingga akan selalu segar pada saat konsumen membelinya. Kesegaran ini merupakan perhatian utama jaringan ini. Bahkan kopi hanya akan dipertahankan selama 1 jam, sesudah itu harus dibuang.
Untuk menjaga kesegaran makanannya, mereka membaginya berdasarkan suhu. Makanan beku dikirimkan pada suhu -20 derajat C, makanan dingin dikirimkan pada suhu 5 derajat C, nasi pada suhu 20 derajat C, dan makanan diproses pada suhu ruangan. Untuk mengantisipasi risiko lalu lintas yang tidak pasti, mereka memiliki sejumlah moda transportasi termasuk sepeda motor dan helikopter. Tidak mengherankan, pada saat gempa bumi Kobe sebesar 6,8 SR terjadi pada 17 Januari 1995 pukul 05.46 pagi, dengan memanfaatkan kekuatan logistiknya, mereka mampu mengirimkan 64.000 bola nasi sebagai amal ke kota tersebut sebelum pukul 11 siang dengan memakai 7 helikopter dan 125 sepeda motor.
Untuk memaksimalkan efisiensi distribusi dan meminimalkan kompetisi, mereka menjalankan Dominant Opening Strategy. Mereka mengonsentrasikan tokonya di area tertentu untuk menciptakan critical mass. Daerah jangkauan adalah radius 500 meter dan semua daerah dilingkupi dengan overlap yang minimal. Dengan demikian, logistiknya akan teroptimalkan karena satu truk dapat melayani beberapa toko dalam satu daerah.
Tata letak toko juga diatur untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen. Misalnya, diketahui pada pukul 7-8 pagi, susu 350 ml paling banyak dibeli orang yang berangkat bekerja; pukul 11-1 siang, susu 500 ml paling banyak dibeli anak pulang sekolah; dan malam hari susu 1 liter paling banyak dibeli oleh ibu tangga. Dengan adanya pengetahuan seperti ini, manajer toko akan mengatur tata letak toko pada jam-jam tersebut sesuai dengan ukuran susu yang paling banyak dibeli. Dan ini semua dimungkinkan terjadi lantaran dukungan teknologi informasi.
Online dan Kiosk. Pada Oktober 2000, mereka meluncurkan 7dream.com. Ide dasarnya adalah konsumen akan memilih barang yang dipesan dan akan mengambil barang tersebut di toko 7-Eleven dua atau tiga hari kemudian. Dengan demikian, 7-Eleven tidak usah memiliki stok barang yang banyak. Karena subway merupakan moda transportasi yang sangat umum di Jepang, tidak mengherankan ada banyak toko 7-Eleven di dekat stasiun subway sehingga konsumen akan gampang mengambil barangnya begitu keluar dari stasiun.
Mereka juga memiliki MMK (Multi-Media Kiosk); konsumen yang tidak memiliki Internet dapat datang dan memesan barang yang tidak ada di toko. Sistem ini juga terhubungkan dengan Fuji Film yang memungkinkan konsumen membawa foto digital dan mengembangkannya dengan memakai printer dalam MMK. MMK terkoneksi pula ke Sony Entertainment System dan menawarkan Mini-Disk, seperti CD, di mana konsumen dapat memilih dan mem-burn lagu-lagu yang disukai. Lagu-lagu yang populer biasanya telah tersedia di database toko.
Pada April 2004, mereka pun mulai menawarkan 7-Eleven Speak Out Wireless di mana konsumen dapat membeli ponsel prabayar langsung dari toko 7-Eleven di AS dan Kanada serta mengaktifkannya langsung di tempat. SIM Card-nya tidak dijual terpisah. Dengan demikian, mereka juga menjadi peritel yang pertama menjual kartu telepon prabayar.
Visi dan Misi di Balik Kesuksesan. Selalu menjadi yang pertama dan penuh inovasi merupakan implementasi misi 7-Eleven: ingin konsisten melayani kebutuhan konsumen yang senantiasa berubah agar mereka merasa nyaman. Visi mereka adalah menjadi convenience retailer terbaik di dunia. Pencapaian visi dan misi ini dicapai dengan prinsip Servant Leadership dan The 7-Eleven Way. Servant Leadership didefinisikan dengan 3C, yakni capacity (apa yang dapat dilakukan untuk memimpin), commitment (apa yang ingin dilakukan untuk memimpin), dan character (apa yang akan dilakukan untuk memimpin). The 7-Eleven Way dideskripsikan dalam akronim I CARE yang merupakan singkatan dari Integrity, Customer Focus, Accountability, Recognition dan Excellent Execution.
Satu lagi yang tak bisa diabaikan adalah 7-Eleven memiliki struktur organisasi yang ramping yang membuat aliran informasi mengalir lebih cepat, lebih lancar, sehingga lebih efisien untuk pengambilan keputusan. Jim Keyes, mantan CEO 7-Eleven, mengungkap bahwa gaya manajemen yang dikembangkan di perusahaan ini mirip pelatihan tim sepak bola. “Saya mencoba membuat strategi untuk menang, strategi yang memungkinkan organisasi menghilangkan hambatan persaingan. Kami harus memiliki rencana permainan, dan jelas, tugas sayalah untuk membuatnya,†katanya. Dan jelas, ini adalah sebuah perpaduan visi, misi dan prinsip yang sempurna untuk bersaing di industri ritel yang sangat kompetitif.
0 komentar:
Posting Komentar